Agama
meupakan isu yang sering digunakan oleh sebagian kaum yang mengatas namakan
Islam untuk mendapatkan kepentingan yang bersifat sementara. Semisal pemenangan
calon gubernur di DKI yang dimana mereka membungkus isu politik dengan isu
agama. dengan adanya isu-isu tersebut dikhawatirkan merbak di kota-kota lain. Khawatir
kudus akan menjadi bahan untuk politisasi agama, PC IPNU IPPNU Kudus adakan
seminar dengan tema “meluruskan makna
jihad dan menolak politiasasi agama” tentang bahayanya politisasi agama
bagi masyarakat. Mengingat kudus merupakan salahsatu kota yang ikut pilkada
serentak paa tahun 2018.
Seminar
tersebut dilaksanakan di Aula gedung PC
NU Kudus dan diikuti oleh seluruh pelajar se kabupaten kudus dan perwakilan
dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) Se-kabupaten
kudus (25/04). Acata tersebut diisi oleh Asyrofi Masyito selaku Akademisi,
Saadudin Annasih Fathi selaku Kiyai Muda dan Hasan Mafik selaku tokoh
masyarkat.
M.
Wahyu Saputro selaku ketua PC IPNU Kudus dalam sambutannya mengutarakan
bahwasannya kami prihatin dengan adanya beberapa oknum yang gagal faham
mengenai konsep jihad dan banyak kasus yang gagal faham mengenai jihad sehingga
kami inggin meluruskan makna jihad yang sebenarnya. Disamping makna jihad, hal
yang sering digunakan sebagai alat poltitik adalah agama. Politisasi agama yang
terjadi di salah satu daerah kemarin membuat resah para pelajar. Karena pera
pelaar dibingungkan dengan berbagai pendapat yang menyudutkan sehingga kami
hanya bisa menonton betapa bahayanya politisasi agama.
Hasan
mafik memaparkan bahwa kata jihad tidak selamanya berkonotasi perang. Dalam Al
Qur’an terdapat 41 kali kata jihad, baik periode makah (makiyah) maupun periode
madinah (madaniyah). Dan akar kata jihad adalah jahd dan juhd yang
mempunyai makna ketelitian, kegentingan, ketegangan, kepedihan, kesulitasn,
upaya, kemampuan, dan kerja keras. Sedangkan makna jihad yang berarti perang
sering mengunakan kata qital yang
artinya melawan musuh. Makna jihad sudah jelas bahwasannya jihad tidak perlu
berperang karena peperangan tidak ada di Indonesia, dan menjelang tahun politik
jangan sampai para pelajar tergiyur dengan isu-isu yang digoreng oleh oknum
yang mengatas namakan islam dan berkata jihad dalam memenangkan salah satu
pasangan calon. Karena Allah sudah berfirman sejara jelas “Janganlah kamu mengeluarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan
hanya kepada Akulah kamu harus bertaqwa (Q.S. Al-Baqoroh: 41)”
Saadudin
Annasih juga menambahkan bahwasannya Jihad tidak harus dengan perang. Karena
kata jihad banyak tafsir. Jihad tidak selalu dikaitkan dengan perang fisik,
karena perang fisik merupakan jihad yang sekala luas, artinya jihad dengan
perang fisik dilakukan dengan kondisi-kondisi tertentu. Mayoritas praktisi
hukum islam (Fuqoha) selain syafiiyah, diperintahkannya jihad fisik dalah
Roddul Udwan (menangkis srangan lawan). Sedangkan Indonesia merupakan negara
Agama yang sudah tidak ada peperangan maka jidah tidak harus berperang.
Asyofi
Masyitoh juga menambahkan politik itu harus santun. Karena islam tidak anti
politik namun islam mengatur politik dengan cara siasah. Politik dalam islam
mempunyai arti mengatur urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik merupakan
manipulasi mengenai pemahaman dan pengetahuan keagamaan / kepercayaan dengan
menggunakan cara propaganda, Indoktrinasi, kampanye,
disebarluaskan, sosialisasi dalam wilayah publik dan
dilaporkan atau diinterpretasikan agar terjadi migrasi pemahaman,
permasalahan dan menjadikannya seolah-olah merupakan pengetahuan keagamaan /
kepercayaan.
Kemudian
dilakukan tekanan untuk memengaruhi konsensus ke agamaan / kepercayaan
dalam upaya memasukan kepentingan sesuatu kedalam sebuah agenda
politik pemanipulasian masyarakat atau kebijakan publik.
Dengan
adanya kegiatan seminar tersebut. Harapannya para pelajar mulai memahami
politik secara hakiki dan benar dan pelajar dapat meluruskan makna jihad yang
ada di AL-Qur’an. (MA)
EmoticonEmoticon